Laman

Horas, Selamat Datang Di Halaman Desa Lumban Sormin, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara

Sejarah

  1. Sebelum Indonesia
    Pergerakan Raja-raja dari berbagai klan di Tano Batak dapat dipastikan sudah berlangsung dari zaman dahulu.  Pergerakan dari kampung asalnya disebabkan oleh berbagai hal atau peristiwa, baik secara berkelompok, maupun perorangan.

    Tahun  +/- 1050 M :
    Epidemik melanda daerah Lottung, masyarakat Lottung Si Sia Marina berhamburan ke luar dari Lottung menuju daerah yang โ€œsehatโ€. Akibatnya, kelompok Marga Siregar terpecah dua menjadi Siregar Sigumpar dan Siregar Muara, keduanya bermukim di Toba.

    Tahun +/- 1350 M :

    Ketika bermukim di daerah Muara, di Danau Toba, marga Siregar sering melakukan tindakan yang tidak disenangi oleh marga-marga lain, sehingga konflik bersenjatapun tidak dapat dihindari. Raja Oloan Sorba Dibanua, kakek moyang dari Dinasti Singamangaraja, memimpin penyerbuan terhadap pemukiman marga Siregar di Muara. Setelah melihat kekuatan penyerbu yang jauh lebih besar, untuk menyelamatkan anak buah dan keluarganya, pemimpin marga Siregar, Raja Porhas Siregar meminta Raja Oloan Sorba Dibanua untuk melakukan perang tanding satu lawan satu sesuai dengan tradisi Batak. Menurut tradisi perang tanding Batak, rakyat yang pemimpinnya mati dalam pertarungan satu lawan satu tersebut, harus diperlakukan dengan hormat dan tidak dirampas harta bendanya serta dikawal menuju tempat yang mereka inginkan.

    Dalam perang tanding itu, Raja Porhas Siregar kalah dan tewas di tangan Raja Oloan Sorba Dibanua. Anak buah Raja Porhas ternyata tidak diperlakukan seperti tradisi perang tanding, melainkan diburu oleh anak buah Raja Oloan sehingga mereka terpaksa melarikan diri ke tebing-tebing yang tinggi di belakang Muara, meningggalkan keluarga dan harta benda. Mereka kemudian bermukim di dataran tinggi Humbang. Pemimpin marga Siregar yang baru, Togar Natigor Siregar mengucapkan sumpah, yang diikuti oleh seluruh marga Siregar yang mengikat untuk semua keturunan mereka, yaitu: "kembali ke Muara untuk membunuh Raja Oloan Sorba Dibanua dan seluruh keturunannya"

    Dendam ini baru terbalas setelah 26 generasi, tepatnya tahun 1819, ketika Jatengger Siregar yang datang bersama pasukan Paderi, di bawah pimpinan Pongkinangolngolan (Tuanku Rao), memenggal kepala Singamangaraja X, keturunan Raja Oloan Sorba Dibanua, dalam penyerbuan ke Bakkara, ibukota Dinasti Singamangaraja

    Migrasi marga Siregar dimulai dari Banuaraja Lontung ke Aek Nalas (Sigumpar), pertentangan di Sigumpar antar marga Siregar, sebahagian migrasi ke Muara, Pertentangan dengan Tuan Sorba Dibanua dan pomparannya, dari Muara migrasi ke Pea Tolong dan Baringin, Pertentangan dengan Sihombing Hutasoit dan pomparan Tuan Sorba Dibanua, dari Baringin migrasi ke Pinarung/Pangaribuan. Dari Pangaribuan migrasi ke Habinsaran, migrasi ke Rura Silindung, migrasi ke Rura Pahae, migrasi ke Sipirok hingga ke Minangkabau.
     
    Tahun 1818 โ€“ 1820*)

    Penyerbuan terhadap Singamangaraja X di Benteng Bakkara, dilaksanakan tahun 1819. Orang-orang Siregar Salak dari Sipirok dipimpin oleh Jatengger Siregar ikut dalam pasukan penyerang, guna memenuhi sumpah Togar Natigor Siregar dan membalas dendam kepada keturunan Raja Oloan Sorba Dibanua, yaitu Singamangaraja X. Jatengger Siregar menantang Singamangaraja untuk melakukan perang tanding. Walaupun sudah berusia lanjut, namun Singamangaraja tak gentar dan menerima tantangan Jatengger Siregar yang masih muda. Duel dilakukan dengan menggunakan pedang di atas kuda.

    Duel yang tak seimbang berlangsung tak lama. Singamangaraja kalah dan kepalanya dipenggal oleh pedang Jatengger Siregar. Terpenuhi sudah dendam yang tersimpan selama 26 generasi. Kepala Singamangaraja X ditusukkan ke ujung satu tombak dan ditancapkan ke tanah. Orang-orang marga Siregar masih belum puas dan menantang putra-putra Singamangaraja X untuk perang tanding. Sebelas putra-putra Singamangaraja memenuhi tantangan ini, dan hasilnya adalah 7-4 untuk kemenangan putra-putra Singamangaraja. Namun, setelah itu, penyerbuan terhadap Benteng Bakkara terus dilanjutkan, dan sebagaimana di tempat-tempat lain, tak tersisa seorangpun dari penduduk Bakkara, termasuk semua perempuan yang juga tewas dalam pertempuran.
    *) Catatan kelam marga Siregar di Pangaribuan oleh Jatengger Siregar.  Pembunuhan oleh Siregar kepada Siregar.

    Klan atau marga Siregar  :
    1. Silo [+Sormin, +Baumi, +Sigurda];
    2. Dongoran [+Salak, Pahu];
    3. Silali [+Ritonga];
    4. Sia(ng)gian.

  2. Masa Tahun 1945-
    Pangaribuan diawalnya adalah Kecamatan Pangaribuan saat ini termasuk Kecamatan Sipahutar dan Kecamatan Garoga.
    Marga Siregar mendiami antara lain Lumban Sormin, Najumambe, Parissoran, Aek Tangga, ..........
    Di Lumban Sormin tinggal pomparan Ompu Raja Naubanon, pertama sekali didiami oleh Ompu Tuan Sumar, dikemudian hari disusul dengan hadirnya pomparan Raja Banua dan pomparan Mangasa Raja.
    Dari pomparan Ompu Tuan Sumar yang tinggal di Lumban Sormin adalah pomparan Ompu Bumbunan dan Ompu Raja Silampuiang, sementara pomparan Ompu Sairu tinggal di Habinsaran, namun dikemudian hari sebagian kembali ke Lumban Sormin.

    Lumban Sormin dalam perkembangannya hingga saat ini, terdiri dari 13 Dusun, yaitu:

    1. Lumban Dongoran;
    2. Lumban Sormin Mula-Mula;
    3. Pea Najagar;
    4. Huta Tonga;
    5. Dolok Pansur Godang;
    6. Bona Dolok Saur;
    7. Dolok Saur;
    8. Saur Matio;
    9. Banjar Godang;
    10. Pagaran Dolok;
    11. Lumban Panjaitan;
    12. Simaninggir 1;
    13. Simaninggir 2.

    Pada 1964, para sesepuh marga Sormin bersama anak, boru, bere, ibebere yang berdiam dan berada di luar Desa Lumban Sormin melakukan Acara Partangiangan di Lumban Sormin, dengan permohonan kepada Tuhan agar "gabe na niula sinur napinahan, jala tubu anak nabisuk jala napantas marroha" (hasil pertanian yang melimpah dan hasil ternak yang baik, serta lahir anak yang  bijaksana dan rendah hati), dan anak-anak Lumban Sormin, semakin maju, pintar, bijak dan menjadi pemimpin yang bisa diandalkan, dan pada Jumat-Minggu 26-28 Desember 2014 Keluarga Besar Lumban Sormin, Anak, Boru, Bere, Ibebere se-Indonesia melangsungkan Partangiangan kembali di Desa Lumban Sormin Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara Indonesia sebagai rasa syukur atas kehidupan yang telah diterima seraya bermohon untuk lebih baik lagi dimasa-masa berikutnya, dan dihadiri Bupati Tapanuli Utara Drs. Nikson Nababan.

  3. Sejarah Pemerintahan
  4. Pemerintahan Desa Lumban Sormin pada awalnya terdiri dari dua desa, yaitu Desa Lumban Sormin dan Desa Lumban Siregar.
    Pada masa pemerintahan Bupati Tapanuli Utara, Lundu Panjaitan, S.H., terbit kebijakan dari pemerintah atasan untuk melakukan penggabungan desa.  Saat itu kedua desa setelah ditilik dari berbagai aspek digabungkan menjadi satu Desa, dengan memakai nama Lumban Sormin.
    Adapun Pejabat Kepala Desa sampai dengan saat ini adalah :

    No.TahunLumban SorminLumban SiregarLumban Sormin
    11945AnuNua-
    21953BaduUdab-
    31961 -- -
    41969 --  -
    51977 - - -
    61985 - - -
    71991 - - ?
    81997 - - ?
    92003 -- ?
    102009 --  Ama Surya
    112015 -- Sardion
    122021 -- Simatupang
    132027
    142033





     

5 komentar:

  1. Yg th 45-53, ANU NUA, BADU UDAB,.... apakah benar?

    BalasHapus
  2. https://paltiraja112.wordpress.com/2014/11/28/sejarah-batak-yang-ditutupi/

    BalasHapus
  3. Ijin komen, Siregar Aek Na Las itu ada di Porsea, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba sekarang. Di sana kuburan dan makam Oppungku dan Bapakku. Saya Siregar Silo Nomor 16 dari Siregar Aek Na Las. Kemudian, cerita soal Raja Porhas Siregar melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan di masa itu, sepertinya tidak tepat. Sebab, Marga Siregar setahuku sangat beradab, Somba Marhula-hula, Manat Mardongan Tubu dan Elek Marboru. Loyalitas Marga Siregar kepada Si Raja Batak tidak perlu diragukan lagi. Justru, sejumlah Raja dari Marga Batak lainnya, berniat menghabisi Marga Siregar dari Muara dan sekitarnya, untuk merebut kekuasaan dan pengaruh demi menjungkalkan Raja dari Kerajaan Debata (Kerajaan Pertama) di Tanah Batak, karena Marga Siregar adalah penyokong dan loyalis utama Kerajaan Debata. Dan Pemimpin Marga Siregar waktu itu adalah Raja Porhas Siregar yang terkenal Sakti, dan tidak tedeng aling-aling kepada para pengkhianat. Saat itu Raja Porhas Siregar adalah Panglima Kerajaan Debata. Maka, bersekutulah sejumlah Raja Marga lain antara lain dari Paitua, Sabungan, dan Oloan, untuk terlebih dahulu menghabisi Raja Porhas Siregar dan Pasukan Harimau yang dipimpinnya, agar bisa kemudian mereka menggulingkan kekuasaan Raja Kerajaan Debata. Dan, pada Perang Tanding One By One antara Raja Porhas Siregar (yang waktu itu sudah semakin tua dan lemah kondisi fisiknya) dengan Manghuntal Sinambela yang kemudian mengangkat diri menjadi Sisingamangaraja (yang waktu itu jauh lebih muda secara fisik), Raja Porhas Siregar kalah. Dan, perjanjian agar Seluruh Marga Siregar dijaga dan dilindungi kalau Raja Porhas Siregar kalah, ternyata tidak dilakukan oleh Manghuntal Sinambela yang kemudian mengangkat dirinya menjadi Raja Sisingamangaraja. Malah seluruh Marga Siregar yang ada di lokasi Muara waktu itu diburu, dibunuhi, anak-anak dan Ibu-Ibunya pun diperkosa dan dibunuhi juga. Hal inilah yang membuat Togar Natigor Siregar (Keturunan Raja Porhas Siregar) bersumpah untuk membalaskan Pengkhianatan yang dilakukan Manghuntal Sinambela alias Sisingamangaraja itu terhadap Marga Siregar. Sumpah ini kemudian dituntaskan oleh Jatengger Siregar (Salah Seorang Keturunan Togar Natigor Siregar, yang menjadi salah seorang Panglima dari Pasukan Rao saat penyerangan ke Tanah Batak). Manghuntal Sinambela mati dipenggal oleh Jatengger Siregar. Waktu itu, perang dipimpin Tuanku Rao (yang adalah Pokki Na Ngolngolan Sinambela, yakni anak haram dari Raja Sinambela dengan Adik Kandungnya). Dan Pokki Na Ngolngolan dibuang dan hendak dibunuh oleh Sisingamangaraja. Pokki Na Ngolngolan kemudian berganti nama menjadi Tuanku Rao, yang kemudian menjadi Panglima di Bonjol. Selanjutnya, Pokki Na Ngolngolan bersama-sama Jatengger Siregar dan kawan-kawannya kembali ke Tanah Batak, untuk menghabisi para Pengkhianat, yakni grupnya Manghuntal Sinambela. Demikian sekilas sejarah yang pernah saya baca. Semoga menjadi informasi untuk dijadikan pelurusan sejarah bagi Bangso Batak. Mauliate.

    BalasHapus